MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR
LAPORAN OBSERVASI KUNJUNGAN MONUMEN PANCASILA
SAKTI
Disusun oleh:
1. Adithya Nuz
Pratama (10118176)
2. Adzra
Nabila Yasmin (10118244)
3. Dito
Aryaputra Ramadhani (12118052)
4. Revy
Rizquna (16118029)
5. Rizanul
Hidayat Aditiyas (16118268)
Kelas : 1KA13
Sistem
Informasi
Fakultas
Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Jakarta
2019
Kata
Pengantar
Segala puji serta syukur yang dalam
kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat rahmat
dan kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Laporan Kunjungan ke. Monumen Pancasila Sakti.
Makalah ini
dibuat dalam rangka memperdalam pemahaman dan pengetahuan tentang
segala hal yang berkaitan dengan museum dimana hal tersebut sangat
diperlukan untuk memeperluas pengetahuan mahasiswa tentang sejarah G30S\PKI
khususnya, dengan suatu harapan lainya dimana makalah ini bisa lebih bermanfaat
untuk mahasiswa dan bahkan umum.
Makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan dari
berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, tidak lupa
juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.Ibu Meti Nurhayati selaku dosen yang
mengajar mata kuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD).
2.Penyusun artikel dan media online
yang telah kami gunakan untuk membantu penyusunan makalah ini.
Kami
menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik,
saran, dan masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan pada penulisan
selanjutnya.
Pada akhirnya kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Depok, 19 April 2019
Penyusun
MONUMEN PANCASILA SAKTI
Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas lahan bekas
peristiwa G30S-PKI, atas prakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Monumen ini
dibangun untuk mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang
mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman
ideologi komunis. Ideologi komunis terutama dibawah pengaruh Partai Komunis
Indonesia yang pada era tahun 60-an memiliki kekuatan yang cukup besar karena
memiliki pemilih yang banyak pada pemilu.
Monumen yang berada di area seluas 14,3 hektar ini
diresmikan Presiden Soeharto pada Agustus 1973, bertepatan dengan peringhati Hari
Kesaktian Pancasila. Tiga tahun kemudian, berdasar Surat Keputusan Menpangad
No. KEP.977/9/1996 tanggak 17 September 1966, setiap tahun dimulai tradisi
memperingati Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Dan akhirnya, pada 1980,
Pusjarah TNI, atau dulu Pusjarah ABRI, mendapat mandat menjadi pengelola
Monumen Pancasila Sakti berdasarkan Kepres No. 51/1980.
Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan
Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan tempat ini terdapat markas besar
Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, berbatasan di sebelah utara adalah
Bandar Udara Halim Perdanakusuma, yang pada saat peristiwa G30S-PKI menjadi
pusat kekuatan PKI, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan
sebelah barat, Taman Mini Indonesia Indah.
Sebelum menjadi sebuah monumen dan museum, tempat ini
merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai pusat pelatihan milik
Partai Komunis Indonesia. Kemudian, tempat itu dijadikan sebagai tempat
penyiksaan dan pembuangan mayat para korban Gerakan 30 September 1965
(G30S/PKI). Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua
sedalam 12 meter yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S/PKI.
Sumur tua itu berdiameter 75 cm.
Harga tiket masuk untuk Monumen Pancasila dikenakan
biaya sebesar Rp. 4.000,- untuk 1 orang dan Rp. 2.000,- untuk biaya parkir
sepeda motor. Pada kunjungan kami kali ini mendapatkan stiker Monument Pancasila Sakti.
Monumen Pancasila Sakti berbentuk setengah lingkaran yang
diatasnya berdiri 7 patung Jenderal pahlawan revolusi yang salah satu menunjuk
ke arah sumur di depan monumen. Yang menjadi latar belakang adalah sebuah
dinding besar, yang di sisi atasnya terdapat patung garuda pancasila. Terdapat
pula relief yang menceritakan tentang peristiwa gerakan 30 September PKI.
Relief menceritakan mulai dari kekejaman PKI dalam
menyiksa para Jenderal, lalu menimbun mayat ke dalam sumur. PKI juga
digambarkan melakukan kekejaman kepada rakyat Indonesia.
Kemudian relief menceritakan bagaimana TNI menumpas gerakan PKI di bawah
komando Pangkostrad Soeharto. PKI digambarkan telah kalah kepada pasukan TNI.
Terdapat Pesan dalam relief yang berbunyi, “Waspada
...... dan mawas diri agar peristiwasematjam ini tidak terulang lagi.” Pesan
ini ditujukan kepada seluruh masyarakat indonesia, agar di kemudian hari
peristiwa pemberontakan PKI tidak terjadi lagi. Bersama pesan disematkan
gambaran mengenai peristiwa penyiksaan Para Jenderal AD di Lubang Buaya. Dan relief
berakhir dengan menunjukkan sosok seorang Soeharto.
Soeharto dalam relief, digambarkan sebagai sosok
penyelamat yang menyelamatkan rakyat dari kebiadaban PKI. Di depan munumen
terdapat semacam pelataran atau altar yang biasa digunakan pengunjung monumen
untuk mengabadikan gambar di depan monumen.
LUBANG BUAYA / SUMUR MAUT
Sumur
ini terletak
persis di depan monumen.
Sumur yang digunakan untuk membuang mayat para Jenderal. Sumur ini berdiameter 75 cm dan memiliki
kedalaman sekitar 12 meter dan di kiri kanan sumur terdapat pagar yang membatasi pengunjung untuk
menghindarkan pengunjung untuk membuang sesuatu ataupun masuk ke dalam sumur. Di sebelah sumur juga terdapat semacam
prasasti kecil yang menjelaskan tentang sumur maut ini.
Sumur maut ini adalah tempat para
PKI membuang 7 Pahlawan Revolusi yaitu: - Jend. Anumerta Ahmad Yani
- Mayjen. Anumerta Donald Isaaccus
Panjaitan
- Letjen. Anumerta M.T. Haryono
- Letjen. Anumerta Siswandon Parman
- Letjen. Anumerta Suprapto
- Mayjen. Anumerta Sutoyo
Siswomiharjo
- Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas
Tendean
Jenazah ke-7 pahlawan itu ditemukan
di sebuah sumur tua yang sekarang dinamai Lubang Buaya. Sedangkan jenazah
Brigjen Katamso Dharmakusumo dan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto ditemukan di
Desa Kentungan, Yogyakarta.
Selain itu, gugur pula AIP II Brimob
Karel Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani Nasution, putri dari Jend. A.H:
Nasution.
Nama
Lubang Buaya sendiri berasal dari sebuah legenda yang menyatakan bahwa ada buaya-buaya putih di sungai yang terletak di sekitar kawasan
itu. Selain itu juga terdapat rumah yang di dalamnya ketujuh pahlawan revolusi
disiksa dan dibunuh.
Selain rumah penyikasaan, terdapat
juga Serambi penyiksaan, Dapur umum dan juga Pos Komando.
Terdapat
juga mobil replika yang digunakan untuk mengangkut orang-orang. Mobil truk
DODGE tahun 1961 yang bernomor polisi B 2982 L ini replika kendaraan jemputan P.N. Arta Yasa, sekarang divisi cetak
uang logam Perum Peruri, yang dirampas oleh pemberontak G30S/PKI disekitar Jl.
Iskandarsyah, sekitar Blok M , Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Kemudian
kendaraan ini digunakan oleh pemberontak G30S/PKI untuk menculik dan mengangkut
jenazah Brigjen TNI D.I. Panjaitan dari kediamannya ke daerah Lubang Buaya,
Jakarta Timur, Pada tanggal 1 Oktober 1965.
Museum Pengkhianatan
PKI
Museum
ini terletak sekitar 300 meter dari lokasi sumur lubang buaya. Museum ini
berbentuk menyerupai sebuah joglo besar.
Begitu masuk kedalam museum, kami disambut oleh ruang
intro. Ruangan intro ini, menampilkan 3 mozaik foto.
Setelah dari ruangan intro, kami disambut oleh Diorama-diorama dari
kekejaman PKI diseluruh Indonesia pada saat itu. Ada sekitar 40 diorama didalam
mesuem. Salah satu contoh yang kami ambil adalah Latihan Sukarelawan PKI di
Lubang Buaya
Diorama ini
mengambarkan PKI yang sedang mengadakan latihan kemiliteran bagi para
anggotaya. untuk persiapan melancarkan pemberontakan . Dalih yang dipakai ialah melatih
para sukarelawan dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI menuntut agar
pemerintah membentuk Angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani.
Anggota-anggota yang dilatih berjumlah kurang lebih 3700 orang terdiri atas
anggota-anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan
organisasi massa PKI lainya di Lubang Buaya. Latihan ini diadakan dari tanggal
5 Juli sampai dengan 30 September 1965.
Lalu
di ruang selanjutnya, yaitu ruang Museum
Paseban Monumen Pancasila Sakti kami di tampilkan diorama penculikan dari 7 Jenderal Pahlawan
Revolusi yang dibawa ke Lubang Buaya. Kami disambut dengan cuplikan pidato dari
Jenderal A.H. Nasution pada saat upacara Pemberangkatan Jenasah Tujuh Pahlawan
Revolusi di MBAD, 5 Oktober 1965
A. Diorama Penculikan A.H. Nasution
Pada pukul 03.00 pagi dini hari 1 Oktober
1965, pasukan yang akan menculik Menteri Ekonomi Pertahanan dan Keamanan (Menko Hankam) Kepala Staf ABRI (Kasab) Jenderal
A.H. Nasution berangkat dari Lubang Buaya pertama kali. Jenderal A.H. Nasution
berhasil melarikan diri melalui pintu lain dan melompat ke tembok yang
berbatasan dengan Kedutaan Besar Irak yang disarankan oleh ibu dan istrinya.
Ketika berada di tembok tersebut Jenderal A.H. Nasution melihat putri semata
wayangnya Ade Irma Suryani, tertembak,ia bermaksud kembali, namun istrinya
memberi isyarat untuk menyelamatkan diri. Jenderal A.H. Nasution berhasil
melompat dan menyelamatkan diri
B. Diorama Tertembaknya Ajun Inspektur
Polisi Tingkat I K.S. Tubun
Ajun
Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun tertembak ketika bertugas di rumah kediaman
Waperdam II DR Leimena. Ajun Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun saat itu
mempertahankan senjatanya agar tidak diambil oleh pasukan PKI akhirnya
tertembak dari jarak dekat dan tewas. Ajun Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun
dianugerahi gelar sebagai pahlawan revolusi dan pangkatnya dinaikkan satu
tingkat lebih tinggi menjadi Ajun Inspektur Polisi Tingkat II KS Tubun.
C. Diorama penculikan Letnan Satu CZI P.A.
Tendean
Letnan
Satu CZI P.A. Tendean adalah ajudan dari Jenderal A.H. Nasution. Beliau
terbangun ketika mendengar suara letusan senjata di rumah Jenderal A.H.
Nasuion. Sesampainya dihalaman, beliau dilucuti senjatanya dan diculik karena
dikira adalah Jenderal A.H. Nasution.
D. Diorama Penculikan Brigadir Jenderal
Soetojo S
Brigadir
Jenderal Soetojo S yang saat itu tertidur, terbangun begitu mendengar suara
gaduh di dalam rumahnnya. Dan menanyakan dari dalam kamar siapa mereka dan
dijawab mereka adalah tamu dari malang. Kemudia mereka mengatakan lagi bahwa
mereka adalah hansip dari Hotel Indonesia. Selanjutnya para penculik menggedor
pintu kamar dan medesak agar Brigadir Jenderal Soetojo S membuka pintu
kamarnya. Ketika pintu terbuka, 2 penculik menyampaikan perintah bahwa untuk
segera menghadap presiden. Kedua penculik menghimpit Brigadir Jenderal Soetojo
S dan membawanya keluar untuk dinaikkan ke kendaraan dan dibawa ke Lubang
Buaya.
E. Penculikan Mayor Jenderal S. Parman
Pemimpin
penculikan menyampaikan pada bahwa Mayor Jenderal S. Parman harus menghadap
presiden, karena keadaan Negara sedang genting. Mayor Jenderal S. Parman
menyanggupi lalu menuju ke kamar untuk berganti pakaian dinas. Yang diikuti
oleh para penculik tersebut. Isteri dari Mayor Jenderal S. Parman merasa curiga
dan meminta surat perintah kepada mereka. Mayor Jenderal S. Parman untuk
melaporkan hal ini pada Letjen A. Yani. Namun, ketika Mayor Jenderal S. Parman
akan menelpon, kabel telpion diputus secara paksa dan pasukan penculik membawa
paksa Mayor Jenderal S. Parman masuk ke dalam mobil untuk dibawa ke Desa Lubang
Buaya.
F. Penculikan Brigadir Jenderal D.I
Panjaitan
Para
penculik mengepung dan membuka paksa paviliun dengan tembakan. Mereka mengancam
akan menembak kesegala arah yang mengakibatkan salah satu anggota keluarga
mati. Para penculik memerintahkan bahwa Brigadir Jenderal D.I Panjaitan untuk
segera turun dan menghadap presiden. Dibawah todongan senjata para penculik,
Brigadir Jenderal D.I Panjaitan berjalan keluar rumah dengan pakaian dinas
lengkap dihiasi tanda jasanya. Dalam suasana mencekam, Brigadir Jenderal D.I
Panjaitan menyempatkan diri untuk berdoa dan secara tiba-tiba Brigadir Jenderal
D.I Panjaitan mencabut pistol mencoba untuk menembak. Namun, Brigadir Jenderal
D.I Panjaitan lebih dulu ditembak kepalanya hingga tewas. Dan mereka membawa
Brigadir Jenderal D.I Panjaitan ke Desa Lubang Buaya.
G.
Penculikan Mayor Jenderal R. Soeprapto
Pada
saat itu, Mayor Jenderal R. Soeprapto belum bisa tidur karena sakit gigi. Ketika
para penculik membuka pintu pagar, dan Mayor Jenderal R. Soeprapto menanyakan
siapa mereka. Mereka menjawab bahwa mereka adalah Cakrabirawa. Mayor Jenderal
R. Soeprapto dan isterinya tidak menaruh curiga. Begitu membuka pintu depan,
Serka Sulaiman mengatakan bahwa Mayor Jenderal R. Soeprapto harus menghadap
kepada presiden. Mayor Jenderal R. Soeprapto menyagupi, tetapi ketika akan
berganti baju para penculik tidak mengijinkan. Beliau ditodong dan dipaksa
keluar. Dan membawa Mayor Jenderal R. Soeprapto ke Desa Lubang Buaya.
Penculikan Letnan Jenderal Ahmad Yani
Setiba
para penculik di kediaman Letnan Jenderal Ahmad Yani, mereka mengentuk pintu
dan dibukakan oleh putra Letnan Jenderal Ahmad Yani yang bernama Edi. Mereka
menyuruh edi untuk membangunkan ayahnya. Letnan Jenderal Ahmad Yani masih
mengenakan piyama biru kemudian menemui para peculik. Mereka mengatakan bahwa
Letnan Jenderal Ahmad Yani harus menghadap kepada presiden. Letnan Jenderal
Ahmad Yani menyagupi dan memina agar mandi terlebih dahulu. Saat membalikkan
badan, salah seorang penculik berkata tidak perlu, sehingga menimbulkan
kemarahan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang langsung menampar Praka Dokrin dan
kembali kedalam rumah dan menutup pintu. Disaat itu Letnan Jenderal Ahmad Yani
ditembak dan diseret keluar dan di bawa menuju Desa Lubang Buaya.
Foto Para Pahlawan
Revolusi
Ruang Relik
Ruang Relik berisi barang-barang peninggalan para
pahlawan revolusi terutama pakaian yang dikenakan pada saat beliau gugur,
petikan visum dokter, peluru yang diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat dan
lain-lain. Di ruangan ini disajikan pula Aqualung (alat bantu pernafasan) dan
sebuah radio lapangan yang pernah digunakan Jenderal Soeharto pada waktu
memimpin penumpasan G.30.S/PKI.
Berikut adalah
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan materi di
atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
G-30 S/PKI merupakan
perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik
Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya. Oleh karena
itu, gerakan pemberontakan ini telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak
terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk negara komunis.
2.
Akibat dari gerakan ini,
banyak korban-korban yang berjatuhan. Dari sekian banyak korban yang
terbunuh, terdapat tujuh orang Panglima Angkatan Darat, yakni Letjend A. Yani,
Mayjend R.Soeprapto, Mayjend M.T Haryono, Mayjend S. Parman, Brigjend D.I
Pandjahitan, Brigjend Soetojo Siswomihardjo, dan Letjend I P.A Tedean.
3.
Penumpasan G-30 S/PKI yang
dipimpin oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto dan kemudian beliau
memerintahkanKolonelSarwo Edi Wibowodenganhasil :
a.
Tanggal 1 Oktober 1965
berhasil menguasai kembali RRI Pusat dan gedung pusat Telekomunikasi.
b.
Tanggal 2 Oktober 1965
menguasai lapangan udara Halim Perdana Kusuma yang dijadikan basis PKI.
c.
Tanggal 3 Oktober 1965
pencarian jenasah para perwira AD yang diculik atas petunjuk dari seorang
polisi (Sukiman) berhasil mengetahui tempat jenasahnya di sumur tua lubang
buaya.
d.
Tanggal 5 Oktober 1965
bertepatandengan HUT ABRI dilaksanakan pemakaman jenasah ditaman makam Pahlawan
Kali bata Jakarta.
4.
Kegagalan G-30 S/PKI,
berarti bahwa pemerintahan Orde Lama. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 menjadi
awal proses peralihan dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru, yaitu orde atau
tatanan yang secara murni dan konsekuen. Mulainya Orde Baru ditadai dengan
Surat Perintah sebelas Maret 1966 (Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada
Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu demi
keamanan bangsa dan negara. Berdasarkan pada Supersemar tersebut, tanggal 12
Maret 1966, Soeharo membubarkan PKI dengan segenap organisasi massa dan
organisasi politiknya.
Saran
Berdasarkan
penjelasan dari data-data diatas seharusnya kita sekarang menjadi kan hal
tersebut menjadi suatu hal yang patut direnungkan yang kita dapat mengambil
suatuhal yang baikd ari relasihalter sebut dengan keadaan bangsa kita sekarang,
dari hal tersebut kita juga dapat belajar untuk tidak mengulangi hal tersebut
di masa pemerintahan yang akandatangdipemerintahan NKRI ini.
Terlebih
lagi timbul korban jiwa hanya untuk merebutkan kekuasaan semata, bangsa
Indonesia memilikibudiluhur yang baik dab berwibawa sehingga hal tersebut
menjadi pemacu bagi kita untuk dapat mengambil hal yang baik dari peristiwa
tersebut.
Semoga
generasi penerus bangsa yang akan sekarang ataupun yang akan datang tidak
mengulangi hal tersebut dan memimpin bangsa ini dengan baik, menjadi kan bangsa
Indonesia yang kaya ini lebih maju daripada yang sekarang.
Dalam
Pembahasan materi di atas mengenai Sejarah Monumen Pancasila Sakti
masih banyak kekurangan, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan
kalimat dan kata-katanya, oleh karena itu kami sebagai tim penyusun minta maaf
sebesar-besarnya, terimakasih.