Tuesday, April 30, 2019


MAKALAH ILMU BUDAYA DASAR
LAPORAN OBSERVASI KUNJUNGAN MONUMEN PANCASILA SAKTI
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj31tX0iaLr_rzXUucKrpt8mcAikZTpG2f2CPsXjmGgydI6BD_YL3sHRI7PE5jn3B7AO717dYlCVJCFA3JEujuci7CQm2SJN-L_gPyfnOwbMMWektpoejm6FLypiB7khfNtM2mLkmBia4h3/s200/LOGO+GUNDAR.png
Disusun oleh:
1.     Adithya Nuz Pratama          (10118176)
2.     Adzra Nabila Yasmin          (10118244)
3.     Dito Aryaputra Ramadhani  (12118052)
4.     Revy Rizquna                      (16118029)
5.      Rizanul Hidayat Aditiyas     (16118268)

Kelas : 1KA13
Sistem Informasi
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Jakarta
2019
Kata Pengantar

Segala puji serta syukur yang dalam kami panjatkan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah,  karena berkat rahmat dan kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Laporan Kunjungan ke. Monumen Pancasila Sakti.
Makalah ini dibuat dalam rangka memperdalam  pemahaman dan pengetahuan tentang  segala hal yang berkaitan dengan museum dimana hal tersebut sangat diperlukan untuk memeperluas pengetahuan mahasiswa tentang sejarah G30S\PKI khususnya, dengan suatu harapan lainya dimana makalah ini bisa lebih bermanfaat untuk mahasiswa dan bahkan umum.
Makalah ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik dan lancar berkat bantuan dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1.Ibu Meti Nurhayati selaku dosen yang mengajar mata kuliah Ilmu Budaya Dasar (IBD).
2.Penyusun artikel dan media online yang telah kami gunakan untuk membantu penyusunan  makalah ini.
Kami menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik, saran, dan masukan sangat kami harapkan untuk perbaikan pada penulisan selanjutnya.
Pada akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Depok,  19 April 2019
Penyusun


MONUMEN PANCASILA SAKTI

Hasil gambar untuk monumen pancasila sakti
Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas lahan bekas peristiwa G30S-PKI, atas prakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Monumen ini dibangun untuk mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis. Ideologi komunis terutama dibawah pengaruh Partai Komunis Indonesia yang pada era tahun 60-an memiliki kekuatan yang cukup besar karena memiliki pemilih yang banyak pada pemilu.
Monumen yang berada di area seluas 14,3 hektar ini diresmikan Presiden Soeharto pada Agustus 1973, bertepatan dengan peringhati Hari Kesaktian Pancasila. Tiga tahun kemudian, berdasar Surat Keputusan Menpangad No. KEP.977/9/1996 tanggak 17 September 1966, setiap tahun dimulai tradisi memperingati Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Dan akhirnya, pada 1980, Pusjarah TNI, atau dulu Pusjarah ABRI, mendapat mandat menjadi pengelola Monumen Pancasila Sakti berdasarkan Kepres No. 51/1980.
Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Di sebelah selatan tempat ini terdapat markas besar Tentara Nasional Indonesia, Cilangkap, berbatasan di sebelah utara adalah Bandar Udara Halim Perdanakusuma, yang pada saat peristiwa G30S-PKI menjadi pusat kekuatan PKI, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat, Taman Mini Indonesia Indah. 
Sebelum menjadi sebuah monumen dan museum, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Kemudian, tempat itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan pembuangan mayat para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S/PKI. Sumur tua itu berdiameter 75 cm.
Harga tiket masuk untuk Monumen Pancasila dikenakan biaya sebesar Rp. 4.000,- untuk 1 orang dan Rp. 2.000,- untuk biaya parkir sepeda motor. Pada kunjungan kami kali ini mendapatkan stiker Monument Pancasila Sakti.


















 














Monumen Pancasila Sakti berbentuk setengah lingkaran yang diatasnya berdiri 7 patung Jenderal pahlawan revolusi yang salah satu menunjuk ke arah sumur di depan monumen. Yang menjadi latar belakang adalah sebuah dinding besar, yang di sisi atasnya terdapat patung garuda pancasila. Terdapat pula relief yang menceritakan tentang peristiwa gerakan 30 September PKI.
Relief menceritakan mulai dari kekejaman PKI dalam menyiksa para Jenderal, lalu menimbun mayat ke dalam sumur. PKI juga digambarkan melakukan kekejaman kepada rakyat Indonesia. Kemudian relief menceritakan bagaimana TNI menumpas gerakan PKI di bawah komando Pangkostrad Soeharto. PKI digambarkan telah kalah kepada pasukan TNI.
Terdapat Pesan dalam relief yang berbunyi, “Waspada ...... dan mawas diri agar peristiwasematjam ini tidak terulang lagi.” Pesan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat indonesia, agar di kemudian hari peristiwa pemberontakan PKI tidak terjadi lagi. Bersama pesan disematkan gambaran mengenai peristiwa penyiksaan Para Jenderal AD di Lubang Buaya. Dan relief berakhir dengan menunjukkan sosok seorang Soeharto.


 







Soeharto dalam relief, digambarkan sebagai sosok penyelamat yang menyelamatkan rakyat dari kebiadaban PKI. Di depan munumen terdapat semacam pelataran atau altar yang biasa digunakan pengunjung monumen untuk mengabadikan gambar di depan monumen.

LUBANG BUAYA / SUMUR MAUT

           











Sumur ini terletak persis di depan monumen. Sumur yang digunakan untuk membuang mayat para Jenderal. Sumur ini berdiameter 75 cm dan memiliki kedalaman sekitar 12 meter dan di kiri kanan sumur terdapat pagar yang membatasi pengunjung untuk menghindarkan pengunjung untuk membuang sesuatu ataupun masuk ke dalam sumur. Di sebelah sumur juga terdapat semacam prasasti kecil yang menjelaskan tentang sumur maut ini.

Sumur maut ini adalah tempat para PKI membuang 7 Pahlawan Revolusi yaitu:                  - Jend. Anumerta Ahmad Yani
- Mayjen. Anumerta Donald Isaaccus Panjaitan
- Letjen. Anumerta M.T. Haryono
- Letjen. Anumerta Siswandon Parman
- Letjen. Anumerta Suprapto
- Mayjen. Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
- Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean
Jenazah ke-7 pahlawan itu ditemukan di sebuah sumur tua yang sekarang dinamai Lubang Buaya. Sedangkan jenazah Brigjen Katamso Dharmakusumo dan Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto ditemukan di Desa Kentungan, Yogyakarta.
Selain itu, gugur pula AIP II Brimob Karel Sasuit Tubun dan Ade Irma Suryani Nasution, putri dari Jend. A.H: Nasution.

Nama Lubang Buaya sendiri berasal dari sebuah legenda yang menyatakan bahwa ada buaya-buaya putih di sungai yang terletak di sekitar kawasan itu. Selain itu juga terdapat rumah yang di dalamnya ketujuh pahlawan revolusi disiksa dan dibunuh.

















Selain rumah penyikasaan, terdapat juga Serambi penyiksaan, Dapur umum dan juga Pos Komando.
 















Terdapat juga mobil replika yang digunakan untuk mengangkut orang-orang. Mobil truk DODGE tahun 1961 yang bernomor polisi B 2982 L ini replika kendaraan jemputan          P.N. Arta Yasa, sekarang divisi cetak uang logam Perum Peruri, yang dirampas oleh pemberontak G30S/PKI disekitar Jl. Iskandarsyah, sekitar Blok M , Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Kemudian kendaraan ini digunakan oleh pemberontak G30S/PKI untuk menculik dan mengangkut jenazah Brigjen TNI D.I. Panjaitan dari kediamannya ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, Pada tanggal 1 Oktober 1965.
 







Museum Pengkhianatan PKI
Museum ini terletak sekitar 300 meter dari lokasi sumur lubang buaya. Museum ini berbentuk menyerupai sebuah joglo besar.
 







            Begitu masuk kedalam museum, kami disambut oleh ruang intro. Ruangan intro ini, menampilkan 3 mozaik foto.
 
















           
Setelah dari ruangan intro, kami disambut oleh Diorama-diorama dari kekejaman PKI diseluruh Indonesia pada saat itu. Ada sekitar 40 diorama didalam mesuem. Salah satu contoh yang kami ambil adalah Latihan Sukarelawan PKI di Lubang Buaya
                Diorama ini mengambarkan PKI yang sedang mengadakan latihan kemiliteran bagi para anggotaya. untuk persiapan melancarkan pemberontakan . Dalih yang dipakai ialah melatih para sukarelawan dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI menuntut agar pemerintah membentuk Angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani. Anggota-anggota yang dilatih berjumlah kurang lebih 3700 orang terdiri atas anggota-anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan organisasi massa PKI lainya di Lubang Buaya. Latihan ini diadakan dari tanggal 5 Juli sampai dengan 30 September 1965.

            Lalu di ruang selanjutnya, yaitu ruang Museum Paseban Monumen Pancasila Sakti kami di tampilkan diorama penculikan dari 7 Jenderal Pahlawan Revolusi yang dibawa ke Lubang Buaya. Kami disambut dengan cuplikan pidato dari Jenderal A.H. Nasution pada saat upacara Pemberangkatan Jenasah Tujuh Pahlawan Revolusi di MBAD, 5 Oktober 1965
A. Diorama Penculikan A.H. Nasution
                Pada pukul 03.00 pagi dini hari 1 Oktober 1965, pasukan yang akan menculik Menteri Ekonomi Pertahanan dan Keamanan  (Menko Hankam) Kepala Staf ABRI (Kasab) Jenderal A.H. Nasution berangkat dari Lubang Buaya pertama kali. Jenderal A.H. Nasution berhasil melarikan diri melalui pintu lain dan melompat ke tembok yang berbatasan dengan Kedutaan Besar Irak yang disarankan oleh ibu dan istrinya. Ketika berada di tembok tersebut Jenderal A.H. Nasution melihat putri semata wayangnya Ade Irma Suryani, tertembak,ia bermaksud kembali, namun istrinya memberi isyarat untuk menyelamatkan diri. Jenderal A.H. Nasution berhasil melompat dan menyelamatkan diri


B. Diorama Tertembaknya Ajun Inspektur Polisi Tingkat I K.S. Tubun
            Ajun Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun tertembak ketika bertugas di rumah kediaman Waperdam II DR Leimena. Ajun Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun saat itu mempertahankan senjatanya agar tidak diambil oleh pasukan PKI akhirnya tertembak dari jarak dekat dan tewas. Ajun Inspektur Polisi Tingkat I KS Tubun dianugerahi gelar sebagai pahlawan revolusi dan pangkatnya dinaikkan satu tingkat lebih tinggi menjadi Ajun Inspektur Polisi Tingkat II KS Tubun.

C. Diorama penculikan Letnan Satu CZI P.A. Tendean
            Letnan Satu CZI P.A. Tendean adalah ajudan dari Jenderal A.H. Nasution. Beliau terbangun ketika mendengar suara letusan senjata di rumah Jenderal A.H. Nasuion. Sesampainya dihalaman, beliau dilucuti senjatanya dan diculik karena dikira adalah Jenderal A.H. Nasution.

D. Diorama Penculikan Brigadir Jenderal Soetojo S
            Brigadir Jenderal Soetojo S yang saat itu tertidur, terbangun begitu mendengar suara gaduh di dalam rumahnnya. Dan menanyakan dari dalam kamar siapa mereka dan dijawab mereka adalah tamu dari malang. Kemudia mereka mengatakan lagi bahwa mereka adalah hansip dari Hotel Indonesia. Selanjutnya para penculik menggedor pintu kamar dan medesak agar Brigadir Jenderal Soetojo S membuka pintu kamarnya. Ketika pintu terbuka, 2 penculik menyampaikan perintah bahwa untuk segera menghadap presiden. Kedua penculik menghimpit Brigadir Jenderal Soetojo S dan membawanya keluar untuk dinaikkan ke kendaraan dan dibawa ke Lubang Buaya.









E. Penculikan Mayor Jenderal S. Parman
            Pemimpin penculikan menyampaikan pada bahwa Mayor Jenderal S. Parman harus menghadap presiden, karena keadaan Negara sedang genting. Mayor Jenderal S. Parman menyanggupi lalu menuju ke kamar untuk berganti pakaian dinas. Yang diikuti oleh para penculik tersebut. Isteri dari Mayor Jenderal S. Parman merasa curiga dan meminta surat perintah kepada mereka. Mayor Jenderal S. Parman untuk melaporkan hal ini pada Letjen A. Yani. Namun, ketika Mayor Jenderal S. Parman akan menelpon, kabel telpion diputus secara paksa dan pasukan penculik membawa paksa Mayor Jenderal S. Parman masuk ke dalam mobil untuk dibawa ke Desa Lubang Buaya.

F. Penculikan Brigadir Jenderal D.I Panjaitan
            Para penculik mengepung dan membuka paksa paviliun dengan tembakan. Mereka mengancam akan menembak kesegala arah yang mengakibatkan salah satu anggota keluarga mati. Para penculik memerintahkan bahwa Brigadir Jenderal D.I Panjaitan untuk segera turun dan menghadap presiden. Dibawah todongan senjata para penculik, Brigadir Jenderal D.I Panjaitan berjalan keluar rumah dengan pakaian dinas lengkap dihiasi tanda jasanya. Dalam suasana mencekam, Brigadir Jenderal D.I Panjaitan menyempatkan diri untuk berdoa dan secara tiba-tiba Brigadir Jenderal D.I Panjaitan mencabut pistol mencoba untuk menembak. Namun, Brigadir Jenderal D.I Panjaitan lebih dulu ditembak kepalanya hingga tewas. Dan mereka membawa Brigadir Jenderal D.I Panjaitan ke Desa Lubang Buaya.
 








G.  Penculikan Mayor Jenderal R. Soeprapto

            Pada saat itu, Mayor Jenderal R. Soeprapto belum bisa tidur karena sakit gigi. Ketika para penculik membuka pintu pagar, dan Mayor Jenderal R. Soeprapto menanyakan siapa mereka. Mereka menjawab bahwa mereka adalah Cakrabirawa. Mayor Jenderal R. Soeprapto dan isterinya tidak menaruh curiga. Begitu membuka pintu depan, Serka Sulaiman mengatakan bahwa Mayor Jenderal R. Soeprapto harus menghadap kepada presiden. Mayor Jenderal R. Soeprapto menyagupi, tetapi ketika akan berganti baju para penculik tidak mengijinkan. Beliau ditodong dan dipaksa keluar. Dan membawa Mayor Jenderal R. Soeprapto ke Desa Lubang Buaya.

Penculikan Letnan Jenderal Ahmad Yani
            Setiba para penculik di kediaman Letnan Jenderal Ahmad Yani, mereka mengentuk pintu dan dibukakan oleh putra Letnan Jenderal Ahmad Yani yang bernama Edi. Mereka menyuruh edi untuk membangunkan ayahnya. Letnan Jenderal Ahmad Yani masih mengenakan piyama biru kemudian menemui para peculik. Mereka mengatakan bahwa Letnan Jenderal Ahmad Yani harus menghadap kepada presiden. Letnan Jenderal Ahmad Yani menyagupi dan memina agar mandi terlebih dahulu. Saat membalikkan badan, salah seorang penculik berkata tidak perlu, sehingga menimbulkan kemarahan Letnan Jenderal Ahmad Yani yang langsung menampar Praka Dokrin dan kembali kedalam rumah dan menutup pintu. Disaat itu Letnan Jenderal Ahmad Yani ditembak dan diseret keluar dan di bawa menuju Desa Lubang Buaya.



Foto Para Pahlawan Revolusi

 







 

           
           
           




Ruang Relik

            Ruang Relik berisi barang-barang peninggalan para pahlawan revolusi terutama pakaian yang dikenakan pada saat beliau gugur, petikan visum dokter, peluru yang diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat dan lain-lain. Di ruangan ini disajikan pula Aqualung (alat bantu pernafasan) dan sebuah radio lapangan yang pernah digunakan Jenderal Soeharto pada waktu memimpin penumpasan G.30.S/PKI.












                                                                                       



 


 














                                                                           

Berikut adalah


PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.     G-30 S/PKI merupakan perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, gerakan pemberontakan ini telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk negara komunis.

2.     Akibat dari gerakan ini, banyak korban-korban yang berjatuhan. Dari sekian banyak korban yang  terbunuh, terdapat tujuh orang Panglima Angkatan Darat, yakni Letjend A. Yani, Mayjend R.Soeprapto, Mayjend M.T Haryono, Mayjend S. Parman, Brigjend D.I Pandjahitan, Brigjend Soetojo Siswomihardjo, dan Letjend I P.A Tedean.

3.     Penumpasan G-30 S/PKI yang dipimpin oleh Pangkostrad Mayjen Soeharto dan kemudian beliau memerintahkanKolonelSarwo Edi Wibowodenganhasil :
a.       Tanggal 1 Oktober 1965 berhasil menguasai kembali RRI Pusat dan gedung pusat Telekomunikasi.
b.      Tanggal 2 Oktober 1965 menguasai lapangan udara Halim Perdana Kusuma yang dijadikan basis PKI.
c.       Tanggal 3 Oktober 1965 pencarian jenasah para perwira AD yang diculik atas petunjuk dari seorang polisi (Sukiman) berhasil mengetahui tempat jenasahnya di sumur tua lubang buaya.
d.      Tanggal 5 Oktober 1965 bertepatandengan HUT ABRI dilaksanakan pemakaman jenasah ditaman makam Pahlawan Kali bata Jakarta.

4.     Kegagalan G-30 S/PKI, berarti bahwa pemerintahan Orde Lama. Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 menjadi awal proses peralihan dari pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru, yaitu orde atau tatanan yang secara murni dan konsekuen. Mulainya Orde Baru ditadai dengan Surat Perintah sebelas Maret 1966 (Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan-tindakan yang perlu demi keamanan bangsa dan negara. Berdasarkan pada Supersemar tersebut, tanggal 12 Maret 1966, Soeharo membubarkan PKI dengan segenap organisasi massa dan organisasi politiknya.



Saran
Berdasarkan penjelasan dari data-data diatas seharusnya kita sekarang menjadi kan hal tersebut menjadi suatu hal yang patut direnungkan yang kita dapat mengambil suatuhal yang baikd ari relasihalter sebut dengan keadaan bangsa kita sekarang, dari hal tersebut kita juga dapat belajar untuk tidak mengulangi hal tersebut di masa pemerintahan yang akandatangdipemerintahan NKRI ini.
Terlebih lagi timbul korban jiwa hanya untuk merebutkan kekuasaan semata, bangsa Indonesia memilikibudiluhur yang baik dab berwibawa sehingga hal tersebut menjadi pemacu bagi kita untuk dapat mengambil hal yang baik dari peristiwa tersebut.
Semoga generasi penerus bangsa yang akan sekarang ataupun yang akan datang tidak mengulangi hal tersebut dan memimpin bangsa ini dengan baik, menjadi kan bangsa Indonesia yang kaya ini lebih maju daripada yang sekarang.
Dalam Pembahasan materi di atas mengenai  Sejarah Monumen Pancasila Sakti  masih banyak kekurangan, baik di segi penulisan ataupun di dari penyusunan kalimat dan kata-katanya, oleh karena itu kami sebagai tim penyusun minta maaf sebesar-besarnya, terimakasih.


No comments:

Post a Comment